Pages

Rabu, 20 Oktober 2010

Yah....Namanya Nasib


Di satu sore yang tenang. aku duduk di depan rumah nenekku. Nenekku datang menghampiri saat aku duduk memperhatikan anak-anak di jalan yang sedang membeli kue.

"Yang jualan kue itu istrinya sendiri yang buat", katanya. "Kalau pagi jualannya di SD situ. Tinggalnya di jalan seberang itu. Anaknya dua masih kecil-kecil" Selanjutnya ia menambahkan beberapa perihal tentang keadaan ekonomi penjaga kue itu yang serba pas-pasan. "Ya gitu namanya nasib"

Mendengar ucapan nenekku tentang nasib aku memotong, "Bukan gitu nek, namanya orang hidup ya harus berusaha. Ada yang kerja, ada juga yang jualan kayak dia. Tergantung dia bisanya apa. Jangan nyalah-nyalahin nasib." "Iya namanya nasib!" nenekku menjawab. "Nek, bukan berarti kalau dia cuma jualan kue terus namanya nasib" aku kembali menegaskan pandanganku.

"NAMANYA NASIB!" nenekku menegaskan. Setelah berpikir sejenak aku pun tertawa terpingkal-pingkal. "Oooo, namanya Nasib. Aku kira namanya nasib.

Selasa, 19 Oktober 2010

Penjaga Pintu Kereta Baru


Sarjo melamar pekerjaan sebagai penjaga lintasan kereta api. Dia diantar menghadap Pak Banu, kepala bagian, untuk test wawancara.

“Seandainya ada dua kereta api berpapasan pada jalur yang sama, apa yang akan kamu lakukan?”, tanya Pak Banu, ingin mengetahui seberapa cekatan Sarjo.
“Saya akan pindahkan salah satu kereta ke jalur yang lain,” jawab Sarjo dengan yakin.
“Kalau handle untuk mengalihkan rel-nya rusak, apa yang akan kamu lakukan?”, tanya Pak Banu lagi.
“Saya akan turun ke rel dan membelokkan relnya secara manual.”
“Kalau macet atau alatnya rusak bagaimana?”
“Saya akan balik ke pos dan menelpon stasiun terdekat.”
“Kalau telponnya lagi dipakai?”
“Saya akan lari ke telpon umum terdekat?”
“Kalau rusak?”
“Saya akan pulang menjemput kakek saya.”
“LHO?”, tanya Pak Banu heran dengan jawaban Sarjo.
“Karena seumur hidupnya yang sudah 73 tahun, kakek saya belum pernah melihat kereta api tabrakan…”
 

Blog Archive